Oleh : Ratnawati Atmodjo
Telah
banyak dibahas definisi dari kata “Pemasaran”, tapi tidak ada salahnya bila
saya mengutip ulang beberapa diantaranya untuk memulai topik diskusi mengenai
Trend Pemasaran Terkini khususnya di bidang Asuransi.
Pengertian
Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk
merencanakan, menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang
yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan
perusahaan. Pemasaran adalah kegiatan pemasar untuk menjalankan bisnis guna
memenuhi kebutuhan pasar dengan barang dan atau jasa, menetapkan harga,
mendistribusikan, serta mempromosikannya melalui proses pertukaran agar
memuaskan konsumen dan mencapai tujuan perusahaan.
Ada
beberapa definisi mengenai pemasaran diantaranya adalah :
Menurut
Philip Kotler dan Amstrong pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan
managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan
nilai dengan orang lain. Pemasaran adalah
suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan,
menentukan harga, promosi dan mendistribusikan barang- barang yang dapat
memuaskan keinginan dan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan.
Menurut
W Stanton pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang
ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan
mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli maupun
pembeli potensial.
Opini ini ingin membahas pemasaran industri khusus yaitu
"Asuransi" yang memasarkan jasa. Zeithaml and Bitner
(2003 : 319) menyatakan bahwa pemasaran jasa adalah mengenai janji-janji, janji
yang dibuat kepada pelanggan dan harus dijaga. Yang memperkuat pentingnya orang
dalam perusahaan menjaga janji mereka dan sukses dalam membangun customer
relationship.
Kotler
and Keller (2006 : 372) mengemukakan pengertian jasa (service) sebagai berikut:
“A service is any act or performance that one party can offer to another that
is essentially intangible and does not result in the ownership of anything. Its
production may or may not be tied to a physical product.” (Jasa adalah setiap
tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara
prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan. Produksi
jasa dapat terikat atau tidak terikat pada suatu produk fisik). Selanjutnya
Stanton (2002 : 537) mengemukakan definisi jasa sebagai berikut: “Services are
identifiable, intangible activities that are the main object of a transaction
designed to provide want-satisfaction to customers. By this definition we
exclude supplementary services that support the sale of goods or
otherservices.”
Perusahaan Asuransi adalah
perusahaan yang menjual jasa berupa janji untuk membayar kerugian yaitu klaim
yang diajukan oleh pemegang polis (biasa disebut Tertanggung) yang bisa terjadi
bisa juga tidak terjadi. Diawal berdirinya perusahaan asuransi konsep tolong
menolong dijalankan, dalam arti pihak yang rugi secara gotong royong dibantu
oleh beberapa orang yang tidak mengalami kerugian. Prinsip ini berjalan secara
sukarela karena ada pendapat nasib buruk bisa menimpa siapa saja secara
bergantian. Dalam perkembangannya dilakukan perapihan sistem asuransi ini,
dimana konsep iuran sukarela dihitung lebih teknik berupa premi. Asuransi menganut prinsip
"the law of large number" yaitu semakin besar jumlah pemegang polis
maka distribusi risiko menjadi semakin kecil. Bisnis asuransi yang awalnya
dijalankan secara konvensional sekarang memasuki era teknologi modern mengikuti
perkembangan jaman.
Untuk membahas konsep
pemasaran, kita melihat dulu beberapa konsep pemasaran Konsep-konsep
inti pemasaran meluputi: kebutuhan, keinginan, permintaan, produksi, utilitas,
nilai dan kepuasan; pertukaran, transaksi dan hubungan pasar, pemasaran dan
pasar. Kebutuhan adalah suatu keadaan dirasakannya ketiadaan kepuasan dasar
tertentu. Keinginan adalah kehendak yang kuat akan pemuas yang spesifik
terhadap kebutuhan-kebutuhan yang lebih mendalam. Sedangkan Permintaan adalah keinginan
akan produk yang spesifik yang didukung dengan kemampuan dan kesediaan untuk
membelinya.
Dalam
pemasaran terdapat enam konsep yang merupakan dasar pelaksanaan kegiatan
pemasaran suatu organisasi yaitu : konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan,
konsep pemasaran, konsep pemasaran sosial, dan konsep pemasaran global.
1. Konsep produksi
Konsep produksi berpendapat bahwa konsumen akan menyukai produk yang
tersedia dimana-mana dan harganya murah. Konsep ini berorientasi pada produksi
dengan mengerahkan segenap upaya untuk mencapai efesiensi produk tinggi dan
distribusi yang luas.
2. Konsep produk
Konsep produk mengatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang
menawarkan mutu, performansi dan ciri-ciri yang terbaik. Tugas manajemen disini
adalah membuat produk berkualitas, karena konsumen dianggap menyukai produk
berkualitas tinggi dalam penampilan dengan ciri – ciri terbaik
3. Konsep penjualan
Konsep penjualan berpendapat bahwa konsumen, dengan dibiarkan begitu
saja, organisasi harus melaksanakan upaya penjualan dan promosi yang agresif.
4. Konsep pemasaran
Konsep pemasaran mengatakan bahwa kunsi untuk mencapai tujuan organisasi
terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan
kepuasan yang diharapkan secara lebih efektif dan efisien dibandingkan para
pesaing.
5. Konsep pemasaran sosial
Konsep pemasaran sosial berpendapat bahwa tugas organisasi adalah
menentukan kebutuhan, keinginan dan kepentingan pasar sasaran serta memberikan
kepuasan yang diharapkan dengan cara yang lebih efektif dan efisien daripasda
para pesaing dengan tetap melestarikan atau meningkatkan kesejahteraan konsumen
dan masyarakat.
6. Konsep Pemasaran Global
Pada konsep pemasaran global ini, manajer eksekutif berupaya memahami
semua faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi pemasaran melalui manajemen
strategis yang mantap. tujuan akhirnya adalah berupaya untuk memenuhi keinginan
semua pihak yang terlibat dalam perusahaan.
Sejalan dengan konsep
pemasaran diatas, Asuransi telah mengadopsi beberapa diantaranya. Mengingat
produk asuransi adalah produk yang bersifat 'finansial risk' dengan pengaturan
regulasi dari Departemen Keuangan yang sangat mengikat maka tidak seperti
produk yang bersifat intangible, produk asuransi cenderung stagnant dan tidak variatif.
Beberapa produk khususnya dibawah asuransi umum seperti asuransi kendaraan,
asuransi kebakaran, asuransi rekayasa engineering bahkan cenderung rumit dalam
proses penutupannya. Proses penutupan yang bersifat panjang dan kompleks
seperti perlu adanya survey obyek asuransi dan kondisi penutupan yang tidak
bisa berlaku massal menjadi produk asuransi ini sulit dipasarkan secara
"retail".
Untuk menjadikan nama
perusahaan bisa dikenal maka diperlukan suatu konsep untuk 'branding
corporate" dimana hal ini biasanya dapat ditunjang dengan mudah melalui
pemasaran retail. Untuk jelasnya mari kita lihat bagaimana perilaku konsumen terhadap
produk yang diinginkan.
Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan
Kanuk (2000) adalah “Consumer behavior can be defined as the behavior that
customer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing
of products, services, and ideas they expect will satisfy they needs”.
Pengertian tersebut berarti perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari,
membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang
diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan
mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Selain itu perilku konsumen menurut Loudon dan Della
Bitta (1993) adalah: “Consumer behavior may be defined as the decision process
and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring, using,
or disposing of goods and services”. Dapat dijelaskan perilaku konsumen adalah
proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya
ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau
mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Berdasarkan landasan teori, ada dua faktor dasar
yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
a. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas
sosial, kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok
referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak
langsung pada sikap dan prilaku konsumen. Kelompok referensi mempengaruhi
perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen
dalam bertingkah laku.
b. Faktor internal
Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi,
persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan
perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman.
Seringkali perilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.
Impian
para marketer untuk bisa membangun hubungan dengan konsumen secara individual
akhirnya terwujud akibat adanya teknologi. Marketer bisa tahu segala data
tentang konsumen tersebut, mulai dari karakter demografis mereka , sampai
produk jenis apa yang mereka konsumsi. Semua itu tercantum dalam database.
Database tersebut sangat membantu kinerja para marketer, tapi tentu saja tetap
memiliki sisi gelap yang kerap menimbulkan perdebatan, yaitu antara kepentingan
pemasaran dan privasi konsumen/ pelanggan. Terlepas dari perdebatan tersebut, jelas
sudah bahwa database terbukti membantu kegiatan pemasaran. Kini, pemasaran bisa
menjadi lebih interaktif. Jika dulu lebih banyak mengandalkan media siar agar
tercipta kontak antara konsumen dengan produk kita, saat ini tren yang terjadi
adalah pemasaran interaktif makin berjaya. Hal ini didukung dengan kenyataan
bahwa ada beberapa hal yang tidak bisa dilakukan dengan melakukan media siar,
kini bisa ditanggulangi dengan melakukan pemasaran interaktif. Antara lain
sebagai berikut: pemasaran interaktif bisa membuat marketer dapat mengkalkulasi
nilai ekuitas brand, membangun dan mengatur dialog dengan pelanggan,
mempengaruhi database untuk kesempatan ekonomis, membantu kampanye-kampanye
pemasaran terpadu, dan lainnya.
Saya setuju sekali dengan pendapat bahwa teknologi
sangat membantu kemudahan pemasaran. Tapi sekali lagi dengan kriteria produk
asuransi yang tidak 'simple' maka diperlukan kehati-hatian dalam memilih produk
yang cocok untuk dipasarkan via teknologi seperti media sosial.
Media sosial terbukti merupakan sarana promosi yang
sangat efektif, mudah, dan murah. Tapi dilain pihak juga bisa menjadi bumerang
karena dengan mudah orang membuat pernyataan pernyataan yang 'menjatuhkan'
Ada baiknya kita mengenal juga pemasaran on line. Pemasaran
via media sosial dan teknologi internet kita kenal sebagai internet marketing.
Apakah Internet Marketing itu?
Internet merupakan medium komunikaasi baru. Oleh karenanya tentu saja, terdapat perbedaan antara interrnet dengan medium komunikasi konvensional. Pada internet, konsumenlah yang aktif mencari informasi, jadi mereka tidak lagi menjadi pihak yang pasif. Interaksi antara marketer dan konsumen menjadi semakin mudah dengan fasilitas internet. Komunikasi potensial yang terjadi lewat medium internet adalah one-to-one dan many-to-many daripada one-to-many seperti pada medium konvensional. Medium baru ini juga mengubah bentuk komunikasi pemasaran standar misalnya periklanan dan juga mengubah kanal distribusi dan pasar oleh media digital.
Internet merupakan medium komunikaasi baru. Oleh karenanya tentu saja, terdapat perbedaan antara interrnet dengan medium komunikasi konvensional. Pada internet, konsumenlah yang aktif mencari informasi, jadi mereka tidak lagi menjadi pihak yang pasif. Interaksi antara marketer dan konsumen menjadi semakin mudah dengan fasilitas internet. Komunikasi potensial yang terjadi lewat medium internet adalah one-to-one dan many-to-many daripada one-to-many seperti pada medium konvensional. Medium baru ini juga mengubah bentuk komunikasi pemasaran standar misalnya periklanan dan juga mengubah kanal distribusi dan pasar oleh media digital.
Pengguna internet juga memiliki perbedaan demografis dengan pengguna medium konvensional. Misalnya di Indonesia, pengguna internet hanyalah orang-orang yang memiliki akses terhadapnya. Kalangan akademis, pekerja kantoran juga menyumbang cukup banyak dari total persen pengguna internet di Indonesia. Tentu saja ini berbeda dengan media konvensional seperti televisi dan radio yang bisa dinikmati oleh siapa saja secara gratis.
Aspek budaya dari penggunaan internet juga memiliki perbedaan dari medium konvensional. Bickerton telah mengelompokkan berbagai tipe pengguna internet berdasarkan gaya hidupnya yang penting untuk diketahui para marketer, antara lain sebagai berikut:
- Techno-luster:
memfokuskan diri pada budaya dan teknologi
- Academic
buffs
- Techno-boffins:
mirip dengan techno-cluster, tapi lebih menggunakan teknologi sebagai
kepentingan bisnis.
- Get
ahead: menggunakan internet sebagi aksesori gaya hidup.
- Hobbyists:
orang dengan hobi tertentu yang menggunakan internet dengan tujuan untuk
memperoleh informasi dan atau membeli produk yang mendukung hobi mereka.
- Knowledge
traders: pengguna internet yang berorientasi bisnis dan menggunakan
internet untuk memperoleh berita dan informasi untuk bisnisnya.
- Business
bods
- Home
users
Selain dari sisi demografis dan budaya penggunanya, internet juga menyuguhkan
pasar yang berbeda kepada marketer. Sekarang tidak perlu menjadi perusahaan
multinasional untuk bisa menjual produk lintas negara, karena dengan internet
hal tersebut bisa dengan mudah terjadi. Tapi tentu saja perusahaan harus
melakukan berbagai penyesuaian pada website mereka, misalnya penyesuaian dalam
hal bahasa; karakter budaya dan bagaiman hal itu mempengaruhi pembelian;
perbedaan hukum dan pajak.
Internet juga sangat mendukung komunikasi pemasaran, mulai dari penyampaian pesan personal maupun impersonal, mendukung kampanye periklanan hingga memfasilitasi pembelian, dan lainnya.
Keberhasilan pemasaran interaktif berbasis internet juga sangat dipengaruhi oleh desain web-nya. Desain web yang sukses diformulasikan menjadi 6 Cs ( capture, content, community, commerce, customer orientation, dan credibility).
Jika dikaitkan dengan industri asuransi, dimana kebutuhan asuransi adalah bersifat sekundary needs, maka segmen pembeli asuransi berada pada golongan menengah keatas dengan penghasilan yang cukup atau ada porsi untuk membayar premi. Kalangan pemilik asuransi ini mayoritas adalah pengguna internet dalam kehidupan sehari-hari.
Maraknya
penjualan on line juga tidak lepas dari peminat beli asuransi secara on line.
Sayangnya karena produk yang tidak bisa bersifat simple seperti telah
dijelaskan maka tidak banyak asuransi yang berani melakukan pemasaran secara on
line. Kalaupun ada produk hanya terbatas pada produk yang sedikit banyak bisa
disederhanakan seperti untuk asuransi kendaraan bermotor dibatasi pada maksimum
usia 5 tahun tapi dengan catatan wajib disurvey. Untuk asuransi kebakaran
dibatasi hanya untuk rumah tinggal didaerah real estate.
Kontrak
asuransi yang masih terkesan rumit turut menyurutkan minat perusahaan asuransi
memasarkan produknya secara on line. Membaca bahasa kontrak yang terkadang
menimbulkan ambigu dalam hal terjadi kerugian merupakan salah satu kendala,
sehingga interaksi langsung dengan pegawai di perusahaan asuransi masih menjadi
kebutuhan tinggi.
Kesimpulannya
adalah teknologi sangat mendorong dan memudahkan pemasaran produk jasa. Tapi
bagi industri asuransi masih banyak kendala karena terkait produk yang tidak
sederhana. Diharapkan dengan semakin ketatnya regulasi yang mengatur industri
asuransi dapat tercipta produk-produk standard sehingga dapat dipasarkan secara
bersama dengan mengandalkan pelayanan tambahan untuk menarik minat pembeli.
Sumber:
Blattberg, Robert C., Deighton John. (1991). Interactive Marketing: Exploiting the Age of Addressability. Sloan Management Review.
Chaffey, D., Mayer, R., Johnston, K., dan Ellis-Chadwick, F. (2000). Internet Marketing: Strategy, Implementation and Practice, First Published, London: Prentice-Hall, Inc.
Chaffey, D & Smith, PR. (2008). E-Marketing : Excellence , Burlington, MA: Elsevier Butterworth-Heineman, Bab I, Hal 1-47
Blattberg, Robert C., Deighton John. (1991). Interactive Marketing: Exploiting the Age of Addressability. Sloan Management Review.
Chaffey, D., Mayer, R., Johnston, K., dan Ellis-Chadwick, F. (2000). Internet Marketing: Strategy, Implementation and Practice, First Published, London: Prentice-Hall, Inc.
Chaffey, D & Smith, PR. (2008). E-Marketing : Excellence , Burlington, MA: Elsevier Butterworth-Heineman, Bab I, Hal 1-47
Tidak ada komentar:
Posting Komentar